NAMA: YONO
UMUR: 31 TAHUN
STATUS: MENIKAH
PEKERJAAN: PEDAGANG WARUNG
DOMISILI: CIPETE, JAKARTA SELATAN
“Paling main Play Station sama anak, atau
jalan ke taman. Ya.. yang gratis-gratis.”
Sebagai pemilik warung makan di sebuah sekolah
swasta didaerah Pondok Indah, Yono, menjalani kesehariannya dengan berjualan
dan memasak di warungnya. Tidak hanya para murid dari sekolah tersebut yang
datang untuk membeli dagangannya, melainkan tidak sedikit pula orang-orang yang
datang kewarungnya untuk sekedar mampir makan siang, atau mengopi. Sebagai
seorang kepala keluarga yang memiliki seorang istri dan satu anak laki-laki,
Yono selalu berusaha membagi waktunya antara berdagang dan juga waktu bersama
keluarga, “ya sehari-hari dagang disini.. sama ngurus anak.. berbagi waktu sama
istri.”, ujarnya. “Waktu luang..? ya.. waktu yang senggang. Waktu yang kita gak
ada buat kerja. Buat nyantai dirumah.”, kira-kira itulah definisi waktu luang
menurut Yono. Ketika saya bertanya apakah waktu luang itu penting bagi Yono,
ternyata baginya ada atau tidaknya waktu luang dalam sehari itu bukanlah suatu
hal yang dirasa sangat penting baginya, “kalo buat saya sih.. gak ada waktu
luang juga gak apa-apa, asal ada duit.”, ujarnya sambil tertawa. Namun,
menurutnya waktu luang merupakan sebuah moment
yang sebaiknya memang ada, karena menurut Yono waktu luang bisa menjadi salah
satu cara untuk me-recovery tubuh
dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan tiap harinya.
Bagi Yono, berlibur dengan keluarga itu dapat
menjadi hal yang sangat menyenangkan dan dapat sangat menghibur, namun baginya
dengan pergi mengunjungi taman yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumahpun,
ia tidak masalah, yang penting baginya adalah ia bisa membawa anaknya untuk bermain ditaman, ketimbang hanya dirumah.
Selain itu, ada sebuah hobi dari Yono yang saya lihat ini sebuah keunikan. Ia
memang suka untuk pergi ke taman bersama anaknya, namun ia menemukan leisure time lain yang ia rasa lebih
menyenangkan dan juga tidak mengeluarkan cost yang banyak, yakni bermain Play Station. Ia mengaku bahwa pergi jalan-jalan
bersama keluarga tidak dirasanya sebagai suatu hal yang harus, karena disatu
sisi ia merasa bahwa pengeluarannya akan banyak, dan menurutnya bahwa dengan
menghabiskan waktu hanya pergi ke taman atau ke suatu destinasi yang ‘gratis’,
ia dan keluarganya sudah cukup merasa puas. Meski demikian, apabila memang ia
harus pergi keluar rumah selain ke taman dan tempat semacamnya, misalnya
membawa keluarganya untuk makan disuatu tempat seperti restoran, ia akan
melakukannya, namun tetap dengan perhitugan budget
yang sudah ia pertimbangkan.
Yono juga sempat membagi cerita atau
pengalamannya yang ia rasa kurang menyenangkan terkait dengan kegiatan leisure time dia. “Udah ngantri-ngantri,
kan bulan puasa, rame banget.. lagi mau jam buka.. masuk ke tempat itu. Eh…
udah lama, makanannya jelek lagi. He eh.. gak enak. Sama sekali. Tapi tetep aja
bayar.”, cerita Yono sambil mengenang pengalamannya yang kurang menyenangkan
itu, namun terlihat senyuman kecil diwajahnya. Tidak lupa ia juga membagi
pengalamannya menariknya tentang suatu tempat yang membuatnya merasa terkesan
dan berharap bisa ada tempat seperti itu di Jakarta, “palingan di Puncak. Coba
di Jakarta udaranya sama kayak di Puncak. Lebih seger. Tapi kan gak mungkin,
disini udah banyak polusinya.”, ucap Yono. Ia sangat menyayangkan karena di
Jakarta sangat sulit untuk mendapatkan satu spot
dimana udara ditempat itu masih sesegar dan sesejuk layaknya di puncak. Ia juga
sempat menyinggung masalah transportasi di Jakarta yang membuatnya merasa
kurang nyaman dalam hal melakukan kegiatan leisurenya.
Sebuah suasana atau ambiance yang sejuk dan segar adalah suasana yang Yono dan beberapa
informan saya harapkan untuk dapat dirasakan di Jakarta. Terlalu padatnya
kendaraan bermotor, dan gedung-gedung itu lah yang membuat kebanyakan dari
informan saya merasa sangat menyayangkan kondisi kota Jakarta. Menurut
kebanyakan dari mereka, mereka mengutarakan bahwa Jakarta sudah sangat memadai
dalam hal pemenuhan kebutuhan sehari-hari. “Apa sih yang gak bisa di dapetin di
Jakarta?”, “Jakarta kan kota metropolitan.” Kata-kata seperti demikian sempat
terlontar dari beberapa informan saya. Namun, ada salah satu informan saya yang
mengutarakan, “Udara sejuklah yang tidak dimiliki oleh Jakarta.”. Hal tersebut
sudah sedikit banyak mewakili apa yang menjadi harapan bagi sebagian masyarakat
terhadap Jakarta. Mereka sudah sangat senang dan bangga dengan kemodern-an
Jakarta, namun mereka tetap berharap ada sedikit perubahan dari Jakarta
khususnya lingkungan hijaunya, minimal menambahkan beberapa taman kota seperti
taman Suropati, sudah dirasa cukup bagi mereka yang ingin merasakan ‘sejuk’nya
kota Jakarta sebelum menjadi se-metropolitan sekarang. Ayo, Jakarta pasti bisa
menjadi lebih baik!
No comments:
Post a Comment