Tuesday, September 30, 2014

JAKARTA REPOSE PROJECT #6


NAMA:                        YONO
UMUR:                        31 TAHUN
STATUS:                     MENIKAH
PEKERJAAN:            PEDAGANG WARUNG
DOMISILI:                 CIPETE, JAKARTA SELATAN


“Paling main Play Station sama anak, atau jalan ke taman. Ya.. yang gratis-gratis.”


        Sebagai pemilik warung makan di sebuah sekolah swasta didaerah Pondok Indah, Yono, menjalani kesehariannya dengan berjualan dan memasak di warungnya. Tidak hanya para murid dari sekolah tersebut yang datang untuk membeli dagangannya, melainkan tidak sedikit pula orang-orang yang datang kewarungnya untuk sekedar mampir makan siang, atau mengopi. Sebagai seorang kepala keluarga yang memiliki seorang istri dan satu anak laki-laki, Yono selalu berusaha membagi waktunya antara berdagang dan juga waktu bersama keluarga, “ya sehari-hari dagang disini.. sama ngurus anak.. berbagi waktu sama istri.”, ujarnya. “Waktu luang..? ya.. waktu yang senggang. Waktu yang kita gak ada buat kerja. Buat nyantai dirumah.”, kira-kira itulah definisi waktu luang menurut Yono. Ketika saya bertanya apakah waktu luang itu penting bagi Yono, ternyata baginya ada atau tidaknya waktu luang dalam sehari itu bukanlah suatu hal yang dirasa sangat penting baginya, “kalo buat saya sih.. gak ada waktu luang juga gak apa-apa, asal ada duit.”, ujarnya sambil tertawa. Namun, menurutnya waktu luang merupakan sebuah moment yang sebaiknya memang ada, karena menurut Yono waktu luang bisa menjadi salah satu cara untuk me-recovery tubuh dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan tiap harinya.

          Bagi Yono, berlibur dengan keluarga itu dapat menjadi hal yang sangat menyenangkan dan dapat sangat menghibur, namun baginya dengan pergi mengunjungi taman yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumahpun, ia tidak masalah, yang penting baginya adalah ia bisa  membawa anaknya untuk bermain ditaman, ketimbang hanya dirumah. Selain itu, ada sebuah hobi dari Yono yang saya lihat ini sebuah keunikan. Ia memang suka untuk pergi ke taman bersama anaknya, namun ia menemukan leisure time lain yang ia rasa lebih menyenangkan dan juga tidak mengeluarkan cost yang banyak, yakni bermain Play Station. Ia mengaku bahwa pergi jalan-jalan bersama keluarga tidak dirasanya sebagai suatu hal yang harus, karena disatu sisi ia merasa bahwa pengeluarannya akan banyak, dan menurutnya bahwa dengan menghabiskan waktu hanya pergi ke taman atau ke suatu destinasi yang ‘gratis’, ia dan keluarganya sudah cukup merasa puas. Meski demikian, apabila memang ia harus pergi keluar rumah selain ke taman dan tempat semacamnya, misalnya membawa keluarganya untuk makan disuatu tempat seperti restoran, ia akan melakukannya, namun tetap dengan perhitugan budget yang sudah ia pertimbangkan.

   Yono juga sempat membagi cerita atau pengalamannya yang ia rasa kurang menyenangkan terkait dengan kegiatan leisure time dia. “Udah ngantri-ngantri, kan bulan puasa, rame banget.. lagi mau jam buka.. masuk ke tempat itu. Eh… udah lama, makanannya jelek lagi. He eh.. gak enak. Sama sekali. Tapi tetep aja bayar.”, cerita Yono sambil mengenang pengalamannya yang kurang menyenangkan itu, namun terlihat senyuman kecil diwajahnya. Tidak lupa ia juga membagi pengalamannya menariknya tentang suatu tempat yang membuatnya merasa terkesan dan berharap bisa ada tempat seperti itu di Jakarta, “palingan di Puncak. Coba di Jakarta udaranya sama kayak di Puncak. Lebih seger. Tapi kan gak mungkin, disini udah banyak polusinya.”, ucap Yono. Ia sangat menyayangkan karena di Jakarta sangat sulit untuk mendapatkan satu spot dimana udara ditempat itu masih sesegar dan sesejuk layaknya di puncak. Ia juga sempat menyinggung masalah transportasi di Jakarta yang membuatnya merasa kurang nyaman dalam hal melakukan kegiatan leisurenya.

       Sebuah suasana atau ambiance yang sejuk dan segar adalah suasana yang Yono dan beberapa informan saya harapkan untuk dapat dirasakan di Jakarta. Terlalu padatnya kendaraan bermotor, dan gedung-gedung itu lah yang membuat kebanyakan dari informan saya merasa sangat menyayangkan kondisi kota Jakarta. Menurut kebanyakan dari mereka, mereka mengutarakan bahwa Jakarta sudah sangat memadai dalam hal pemenuhan kebutuhan sehari-hari. “Apa sih yang gak bisa di dapetin di Jakarta?”, “Jakarta kan kota metropolitan.” Kata-kata seperti demikian sempat terlontar dari beberapa informan saya. Namun, ada salah satu informan saya yang mengutarakan, “Udara sejuklah yang tidak dimiliki oleh Jakarta.”. Hal tersebut sudah sedikit banyak mewakili apa yang menjadi harapan bagi sebagian masyarakat terhadap Jakarta. Mereka sudah sangat senang dan bangga dengan kemodern-an Jakarta, namun mereka tetap berharap ada sedikit perubahan dari Jakarta khususnya lingkungan hijaunya, minimal menambahkan beberapa taman kota seperti taman Suropati, sudah dirasa cukup bagi mereka yang ingin merasakan ‘sejuk’nya kota Jakarta sebelum menjadi se-metropolitan sekarang. Ayo, Jakarta pasti bisa menjadi lebih baik!

No comments:

Post a Comment